Konon, Lowalangi menciptakan langit berlapis Sembilan. Lalu
menciptakan pohon kehidupan bernama Tora’a. pohon kehidupan itu berbuah
dua buah yang kemudian dierami oleh seekor laba-laba. Lalu lahirlah sepasang
dewa dari buah tersebut bernama Tuhamora’anggi Tuhamoraana’a (berjenis
kelamin laki-laki) dan Burutiraoangi Burutiraoana’a (berjenis kelamin
perempuan). Kedua Dewa ini kemudian menjadi penghuni langit berlapis Sembilan
tersebut.
Teteholi Ana’a adalah nama lapis langit yang
terdekat ke bumi. Salah satu keturunan Dewa tersebut bernama Sirao Uwu
Zihono atau nama lain Sirao Uwu Zato mendiami langit lapis pertama
atau yang paling dekat ke bumi. Sirao ini beristri 3 dan masing – masing
istrinya melahirkan 3 anak sehingga total anak Sirao ini ada 9 orang.
Konon, kesembilan anak Sirao ini berselisih memperebutkan tahta penguasa
lapis pertama untuk menggantikan ayahnya yang sudah tua. Untuk mengatasi
permasalahan itu, Sirao Uwu Zihono melakukan sayembara ketangkasan menari di
atas mata Sembilan tombak. Sayembara ini dimenangkan oleh si bungsu, Luo
Mewona. Dengan demikian, Luo Mewona menjadi penguasa langit lapis pertama.
Kedelapan abangnya yang kalah beserta seorang anak dari Luo Mewona
diturunkan ke Bumi yaitu ke Tano Niha (Tanah Nias) atas kehendak mereka
sendiri. Lima dari Sembilan orang tersebut mendarat dengan selamat di bumi dan
keempat lainnya mendarat tidak sempurna. Mereka yang mendarat selamat ialah :
1. Hiawalangi Sinada (Hia) turun di Boronadu, kecamatan Gumo
dan menjadi leluhur dari marga Telaumbanua, Gulo, Mendofa dan Harefa.
2. Gozo Hela-Hela mendarat di Barat Laut Hilimaziaya, Nias Utara,
kecamatan Lahewa sekarang dan menjadi leluhur dari marga : Baeha, Wuruwu,
Zendrato dan Lase.
3. Daeli Bagambolangi (Daeli) turun di Tolamera, negeri Idanoi
adalah yang menjadi leluhur marga – marga Daeli, Larosa, Zai, dan
Hulu.
4. Hulu Borndano (putra sulung Luo Mewona) turun di Laehuwa,
Nias Barat Laut dan menjadi leluhur dari marga-marga : Ndruru, Bu’uolo
dan Hulu.
5. Silogu (putra sulung Luo Mewona) turun di Nias Timur dan menjadi
leluhur dari marga-marga Zebua, Bawo dan Zega.
Empat putra Sirao yang turun tidak wajar adalah :
1. Bauadano Hia karena badannya yang terlalu berat turun ke Tano
Niha menembus ke dalam Bumi dan menjelma menjadi ular yang dikenal dengan
sebutan Da’o Zanaya Tano Sisagoro (si penadah bumi). Konon jika di bumi
terjadi perang dan darah manusia merembes ke bumi, Da’o Zanaya akan sangat
marah dan mengguncang bumi dari bawah hingga menimbulkan gempa. Untuk
menghentikan gempa bumi itu, orang Nias akan berteriak “BihaTua !”
artinya : Sudahlah Nenek, kami tidak akan berperang lagi
2. Gozo Tuhazangarofa ketika turun di bumi tercebur ke sugai dan
menjelma menjadi dewa sungai penguasa segala kehidupan di air. Karena itu bila
nelayan hendak mencari ikan di sungai atau laut terlebih dahulu mereka berdoa
keada Dewa Sungai tersebut.
3. Lakindrolai Sitambalina ketika turun di bumi tertiup oleh angin
kencang dan tersangkut di pohon. Dia menjelma menjadi roh penunggu hutan
bernama Bela Hogugeu. Karena itu kaum pemburu selalu lebih dahulu menyembah
dewa hutan ini sebelum berburu ke hutan.
4. Sofuso Kara mendarat di bukit bebatuan di daerah Laraga sekarang. Sofuso Kara kemudian menjadi leluhur orang – orang berilmu kebal. Demikianlah legenda tersebut dikisahkan. Namun seperti kebanyakan mitos, tentunya terdapat banyak versi lain dari kisah ini. Kalau dilihat dari sejarahnya sendiri, sebenarnya Siraouwu Zihono yang diklaim sebagai Dewa adalah seorang perantau yang datang dari daerah Burma (Thailand). Ia adalah orang pertama yang bermukim di pulau Nias.
0 komentar:
Posting Komentar